Tujuan utama pendirian berbagai tarekat oleh para
sufi, termasuk semua Tarekat muktabar adalah untuk membina dan mengarahkan
seseorang agar bisa merasakan hakikat Tuhannya dalam kehidupan sehari-hari
melalui perjalanan ibadah yang terarah dan sempurna. Dalam kegiatan semacam
ini, biasanya seorang anggota atau salik (penempuh dan pencari hakikat
ketuhanan) akan diarahkan oleh tradisi-tradisi ritual khas yang terdapat
dalam tarekat bersangkutan sebagai upaya pengembangan untuk
menyampaikan mereka ke wilayah hakikat atau makrifat kepada Allah ’Azza
wa Jalla. Setiap tarekat memilki perbedaan dalam menentukan metod dan
prinsip-prinsip pembinaanya. Meski demikian, tujuan utama setiap tarekat akan
tetap sama, yakni mengharap kan Hakikat Yang Mutlak, Allah ’Azza wa Jalla.
Secara umum, tujuan utama setiap tarekat adalah penekanan pada kehidupan
akhirat, yang merupakan titik akhir tujuan kehidupan manusia beragama.
Sehingga, setiap aktifitas atau amal perbuatan selalu diperhitungkan, apakah
dapat diterima atau tidak oleh Tuhan.
Karena itu, Muhammad ’Amin al-Kurdi, salah seorang
tokoh Tarekat Naqsyabandi, menekankan pentingnya seseorang masuk ke dalam
tarekat, agar bisa memperoleh kesempurnaan dalam beribadah kepada Tuhannya.
Menurutnya, minimal ada tiga tujuan bagi seseorang yang memasuki dunia
tarekat untuk menyempurnakan ibadah. Pertama, supaya ”terbuka” terhadap
sesuatu yang diimaninya, yakni Zat Allah AWT, baik mengenai sifat-sifat,
keagungan maupun kesempurnaan-Nya, sehingga ia dapat mendekatkan diri
kepada-Nya secara dekat lagi, serta untuk mencapai hakikat dan kesempurnaan
kenabian dan para sahabatnya. Kedua, untuk membersihkan jiwa dari sifat-sifat
dan akhlak yang keji, kemudian menghiasinya dengan akhlak yang terpuji dan
sifat-sifat yang diridhai (Allah) dengan berpegangan pada para pendahulu
(shalihin) yang telah memiliki sifat-sifat itu. Ketiga, untuk menyempurnakan
amal-amal syariat, yakni memudahkan beramal salih dan berbuat kebajikan tanpa
menemukan kesulitan dan kesusahan dalam melaksanakannya.
Langkah utama dan pertama bagi seseorang yang akan
memasuki dunia tarekat adalah kesiapan untuk menaati aturan-aturan syariat
islam. Karena seluruh aktifitas kehidupan anggota tarekat akan selalu
bersandar pada hukum-hukum syariat, terutam yang terpilih dan memiliki
keunggulan, dan mereka lebih senang menghindari hukum-hukum islam yang ringan
dan mudah. Karena itu, mencium ambang pintu syariat, kata Abu al- Majdud
as-Sana’i, merupakan kewajiban pertama bagi seseorang yang akan menempuh
perjalanan ”mistik”ini. Di samping itu, dasar-dasar akidah yang benar juga
merupakan pondasi utama bagi berlangsungnya perjalanan seorang murid dalam
tarekat, yakni akidah para salaf salih, para sahabat, tabi’in, para wali
serta para shiddiqin yang selalu berpegang pada Al-qur’an dan Sunnah Nabi
SAW. Kedua dasar itu (akidah dan syariat) sangat diperlukan bagi seorang
salik (pencari hakikat ketuhanan), mengingat perjalanan yang akan mereka
tempuh sangat sulit dan mendaki, terutama untuk sampai pada maqam-maqam yang
mereka tuju. Tanpa memilliki aqidah yang kuat, menguasai dan menjalani
kehidupan syariat, maka pencapaian kehidupan tarekat mereka mustahil bisa
dilakukan dengan benar, karena sesungguhnya dalam tarekat terjalin hal-hal
yang diterangkan oleh syariat. Sebaliknya, kehidupan syariat nampak tidak
akan seimbang bila tidak diiringi dengan nilai-nilai yang ada dalam tarekat
atau dunia tasawuf secara umum. Peranan tarekat atau tasawuf sebagai dimensi
batin syariat telah diakui oleh para pendiri aliran hukum, yang menenkankan
pentingnya aspek ini dalam pendalaman etika islam.
Di sinilah tarekat memberikan keseimbangan dalam
mengiringi jalannya syariat islam, sebagai penghalus untuk meresapkan
nilai-nilai hukum yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan Sunah sehingga
bisa mencapaiai hakikatnya. Sebagian besar ulama salaf dalam masyarakat isalm
telah mampu menjaga keseimbangan ini, yakni menjaga jangan sampai syariat
terpisah dari tarekat dan tarekat terasing dari syariat. Vitalitas keagamaan
dan spiritual Islam tumbuh dari kedua dimensi ini (syariat dan tarekat)
selama berabadabad, yang secara bersama-sama telah membentuk tradisi
keagamaan yang integraldalam masyarakat religius. Menurut simbolisme sufi
yang cukup terkenal, Islam diumpamakan dengan buah ”kenari” yang kulitnya
diibaratkan syariat, sedangkan isinya adalah tarekat, dan minyaknya yang ada
dimana-mana adalah hakikat. Kenari tanpa kulit tidak akan tumbuh di alam,
begitu pula bila tanpa isi, ia tidak akan mempunyai arti apa-apa. Syariat
tanpa tarekat seperti tubuh tanpa jiwa, dan tarekat tanpa syariat pasti tidak
akan mempunyai bentuk lahiriah serta tidak akan mampu bertahan dan mewujudkan
dirinya di dunia ini. Bagi keseluruhan tradisi, keduanya mutlak diperlukan.
Di sinilah secara universal rekat telah menunjukkan tujuannya sebagai
penyempuna dalam memberikan keseimbangan bagi setiap hamba untuk menjalankan
ajaran islam dan mengantarkan mereka menuju pintu hakikatnya. Melalui
latihan-latihan mental dan spiritual (riyadhah)- nay, tarekat telah menunjuk
kan metode praktisnya dalam memberikan nilai-nilai keseimbangan tadi.
|
Tuesday 25 June 2013
Tujuan dan Dasar Utama Thariqah
Sumber : https://sites.google.com/site/pustakapejaten/thariqah/pengertian-thariqah/syarat-thariqah
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Mengapa torekat ada beberapa nama ato kumpulan yg beda
ReplyDelete